"Kehidupan koas itu menyenangkan untuk dikenang, bukan untuk diulang."
(Dek koas, sepanjang masa)
Satu tahun sepuluh bulan terakhir ini benar-benar wahana terbaik untuk ngebentuk mental babu dan berbagai hard skills yang bakal berguna di masa depan (?) kayak terbiasa tidur sambil duduk atau bahkan berdiri, tidur di lantai beralaskan kardus (entah mengapa kenikmatannya ngga kalah dengan rasa tidur di hotel bintang lima), berdiri berjam-jam tanpa istirahat ketika follow up bangsal (anak, terutama) atau operasi total hip replacement bareng konsulen, et cetera...... Good times.
Rasanya ingin segera gantung baju koas, bukan karena merasa nista atau hina hahahah, tapi ingin segera lanjut ke check point berikutnyaaaa. Soalnya masih banyak check point yang harus dilalui untuk akhirnya bisa mengabdi seutuhnya, untuk akhirnya bisa mengaplikasikan ilmu untuk masyarakat dengan legalitas.
Kelulusan kepaniteraan klinik a.k.a. ngoas ini dipengaruhi banyak hal, banyaaaaaaaak banget. Terlalu banyak untuk disebutkan. Beneran nggak bisa prediksi, karena dari stase awal hingga akhir nilai akhir stase nggak pernah diumumin secara resmi, kalaupun tau nilainya, itu karena dokter penguji emang ngasih tau atau (kalo emang niat) nanya ke Tata Usaha tiap stase, dan saya tipe orang yang nggak pernah memastikan apakah saya lulus atau nggak, pokoknya yaudah aja (?), dan hal ini yang bikin degdegan di akhir. Fyuuuuuuuh..... sejak selesai ujian forensik sebenarnya udah mulai terasa gangguan napas. Dagdigdug, ngeri banget, masalahnya saya udah tau nilai ujian di stase anak saya kecil dan saya nggak pernah tau apakah nilai-nilai referat, kasus, ujian2 box di stase anak bisa nutupin atau nggak. Aaaaaaak. Dispnea, kussmaul breathing semakin menjadi-jadi sejak Sabtu lalu. Rasanya nggak menjejak ke tanah, ngambang, kayak sebagian nyawa lagi pergi entah kemana, nggak bisa membayangkan apa yang akan terjadi hari Senin dan hari-hari setelahnya. Belajar UKDI pun nggak masuk, baca novel nggak masuk juga. DIkit-dikit narik napas panjang. Parahlah pokoknya. Setiap ketemu kenalan minta doa, ketemu mang becak aja minta doa, ketemu siapapun minta doa. Semakin dekat dengan Senin 22 Desember 2014 pukul 13.00 napas semakin nggak beraturan. Status Line temen-temen semuanya tentang menerima takdir, tentang tawakal, tentang Allah Maha Penolong, saling menyemangati, minta maaf, dan upaya-upaya menenangkan diri lainnya. Nunggu pengumuman UN SMA sama SNMPTN dulu perasaan nggak sebegininya.
Judicium dipimpin PD I, beliau bilang dunia nggak hancur hanya karena kami belum lulus koas, proses ini bentuk pendewasaan diri. Blablablabla. Intinya begitu, Makin tegang aja. Kami semua ngumpul, pake almamater pula. Mulailah dipanggil nama-nama kami sesuai urutan kelompok koas, saya kelompok no 24.
Nama pertama..... BELUM LULUS.
Semua hening. Astagfirullah, kenapa nama pertama udah dimulai dengan belum lulus??
Nama kedua.... BELUM LULUS
Astagfirullah. Aaaaak. Banyak nama-nama temen yang kami bahkan nggak nyangka mereka belum lulus, mereka pinter, attitude baik, nggak mecot.... mungkin faktor keberuntungan atau emang Allah ngasih wahana pendewasaan diri buat mereka lewat sini.
....
....
Anita Permatasari..... LULUS
Tanpa aba-aba kaki tangan gemetar dan nangis.
Alhamdulillah Yaa Allah :')
Pue, Adis, dan teman-teman lain yang duduk di sebelah pada ngasih selamat dan nge-pukpuk-in, dan dengan jari masih gemetar hebat, nge-sms mama dan papa, alhamdulillah nggak typo *penting* .... etapi kenapa ini air mata ngga berhenti ngaliiiiiir?!! Alhamdulillah, terharu banget huhuhu. Alhamdulillah Dilla pun lulus. Sedih sih ada dua orang dari tiga belas Ulil Albab yang belum lulus, semoga urusan mereka lancar dan tetep bisa ikut UKDI Batch 1 dengan baik. Alhamdulillah. Semoga check points selanjutnya juga lancar dan bisa dijalani dengan baik.
Demikianlah hari yang emosional ini alhamdulillah bisa berakhir dengan senyuman.
Semoga ilmu yang didapat selama koas berkah. Aamiin.
Jazakumullah khoiran katsiir untuk semua pihak yang telah mendoakan,
Semua ini pasti karena doa-doa kalian :)
Salam