Kamis, 26 Desember 2013

Menyendirilah karena Allah atau menikahlah karena Allah. @felixsiauw
Sederhana ya.
"I'm a woman of the desert," she said, averting her face. "But above all, I'm a woman."
The alchemist, page 129.

Hal-hal yang bikin koas bahagia

Ada banyak, berikut ini beberapa diantaranya:

1. Jangan panggil koas dengan sebutan "Koas". Panggil aja "Dek", panggil nama lebih baik, apalagi kalo "Dok" :p
2. Beri koas kepercayaan buat ngelakuin tindakan medis kompetensi 4. Percayalah, kami (atau saya aja?) yakin bisa kok.
3. Pake snelli hehehe :D
Rabu, 25 Desember, jadi operator dan supervisor sirkumsisi di acara khitanan massal aksi pelajar mandiri, dipanggil "Dok", dan pake Snelli. Dapet ketiganya dalam satu waktu, combo senengnya!! alhamdulillah :D 

Minggu, 22 Desember 2013

Rabbana zhalamna anfusana, wa in lam taghfir lana wa tarhamna lanakunanna minal khasirin

Senin, 16 Desember 2013

Being a mom is a big deal, preparation is a must.

Kita pastinya sepakat dong ya dengan quote @SuperbMother ini, tapi sayang masih banyak perempuan yang belum berpikiran kayak gini :( kayak pasien2 yang datang ke P2 obgyn disini, hmmm bakal oke kalo semua perempuan Indonesia sadar urgensi persiapan menjadi ibu, mungkin sebagian dari kita bertanya-tanya gimana ya menyebarkan pemikiran ini? ga harus jadi pakar obstetri sosial kok kalo mau menyebarkan pemikiran ini ke seluruh perempuan di Indonesia  hehe. Kita juga bisa.

Semasa preklinik merasa tergerak untuk jadi ahli di bidang nutrisi ketika konsulen anak nyeritain kondisi gizi anak-anak Indonesia sekarang udah ga karuan lagi, di satu sisi yang kurang gizi masih banyak, di sisi lain angka obesitas pada anak juga semakin meningkat et causa makanan udah ga karuan2 lagi zaman sekarang. Padahal anak2 kan investasi bangsa ini di masa depan.

Kemudian tahun lalu, ketika mabit dengan Ulil Albab dan berbagi tentang 'Ingin Jadi Apa', salah satu ukhti punya cita-cita inspiratif, "Mau jadi Sp.A yang menginspirasi dan kredibel sehingga bisa dengan masif mengedukasi para ibu buat ngedidik anaknya supaya jadi anak sholeh." Subhanallah, beliau udah mikir lebih ke hulu lagi untuk menanggulangi masalah kualitas anak, yaitu dengan mengedukasi para ibu.

Sekarang, ketika saya baru dua minggu di stase obgyn, saya dihadapkan dengan realita Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi, penyebabnya? banyak faktor. Salah satunya ec ANC yang masih kurang berkualitas ec tenaga kesehatan masih banyak 'meremehkan' ANC atau mungkin karena nakes yang emang kurang kompeten. Jadi langkah konkret yang sekarang bisa kita lakuin adalah belajar yang bener dan paham urgensi dan cara melakukan ANC yang berkualitas dengan belajar yang optimal.

Saya baru jaga 4 kali dengan komposisi VK 3 kali dan IGD 1 kali, dan lumayan agak syok juga ketika dominasi pasien yang datang adalah perempuan usia 15-20 tahun, G1P0A0 dengan PEB atau KPSW, JTH atau bahkan JTM, preskep atau (ga jarang) presbo, dan biasanya didampingi ibunya (karena suaminya juga masih 'sama-sama remaja' dan belum 'cukup dewasa' untuk memberi support istrinya yang mau melahirkan). Ketika ditanya pendidikannya apa, rerata sekolah cuma sampai SMP, terus ketika ditanya kenapa menikah di usia muda (risiko tinggi komplikasi pada perempuan yang hamil usia dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun), ibunya bilang "Daripado becewe'an dak jelas, mending dikawinke bae." Niatnya baik, tapi aplikasinya tidak tepat dan ga memikirkan efek jangka panjang. Jelas, edukasi masyarakat mengenai pendidikan reproduksi masih kurang, terutama masyarakat di dusun.

Jadi kalo mau ditarik lebih ke hulu lagi:
Peningkatan kualitas perempuan usia reproduktif sebelum menikah (karena kalo siap nikah, harus siap jadi ibu) --> peningkatan kualitas ibu --> peningkatan kualitas anak Indonesia.

Sebenernya hal-hal begini bisa diperbaiki dengan (lagi-lagi) optimalisasi peran dokter keluarga atau bahkan bisa dimulai sejak masih jadi dokter internship melalui upaya promkes di daerah. Daerah perifer butuh orang2 hebat yang minimal bisa bikin pondasi awal untuk memajukan suatu daerah, 3 bulan ketika internship bagian puskesmas mungkin cukup asal niatnya ada, nanti 3 bulan berikutnya pondasi dilanjutkan lagi, dibangun dan dikembangkan lagi oleh dokter hebat lainnya yang sevisi. Berarti kuncinya ada dua: Dokter berkualitas dan visi memperbaiki kualitas kesehatan daerah perifer.

Jadi ternyata bisa lebih ke hulu lagi:
Peningkatan kualitas pendidikan dokter (plus kebijakan pemerataan dokter yang baik) --> dokter berkualitas yang bervisi meningkatkan kualitas daerah perifer --> promkes efektif tentang kesehatan reproduksi --> peningkatan kualitas perempuan usia reproduktif sebelum menikah (karena kalo siap nikah, harus siap jadi ibu) --> peningkatan kualitas ibu --> peningkatan kualitas anak Indonesia.

Niat baik bisa dilaksanakan dari berbagai cara, banyak.
Terserah kita mau kontribusi di poin yang mana. Bisa di pangkal alur, misalnya konseptor di HPEQ dikti atau akademisi di fakultas, atau jadi ujung tombak dengan jadi dokter secara fungsional. Semuanya baik, jika niat dan caranya baik. Yuk semangat belajarnya! :)

Kamis, 12 Desember 2013

Koas, Jaga, dan Tidur

Koas selalu ga bisa lepas dengan dua kata kerja berikut: JAGA dan TIDUR.
hahahastagah... ckckck.

Setiap pergantian stase selalu ada satu hari kumpul buat nentuin chief, sekretaris, bendahara, dan (yang terpenting) jadwal jaga. Jadwal jaga ini kami sendiri yang menentukan dan diatur berdasarkan ketentuan yang sudah ada di setiap stase dan pertimbangan2 yang udah diturunkan dari senior. Ga tau juga ya mengapa jadwal jaga ini selalu jadi topik yang selalu hangat (bahkan cenderung panas) untuk dibicarakan, jadwal jaga bisa ditentukan lewat musyawarah mufakat atau dikoncang. Di setiap grup selau ada satu atau dua orang yang sudah berinisiatif mengatur jadwal jaga, jadwal jaga ini tentunya harus dibuat seadil mungkin, terutama mengenai porsi jaga di hari libur, kemudian frekuensi jaga tiap minggu, lokasi jaga, dan temen jaga. Namanya juga dunia, ada orang yang begitu rempong dengan jadwal jaganya (yang dia rasa ga sesuai dengan jadwal kepentingan dia lainnya), merasa ga adil lah, merasa ga enak dengan temen jaganya lah, merasa inilah merasa itulah, sampai-sampai jadwal jaga harus dirombak beberapa kali untuk kepuasan orang tersebut... dan emang saya akui, untuk adil itu susah. Selalu ada pihak yang lebih enak jaganya, dan sebaliknya. Kalo saya pribadi sih prinsipnya sederhana, yaaa jalani aja, nikmati aja jadwal yang udah ada. Kalo dapet yang enak ya syukur, kalo kebagian jadwal yang ga enak yaudah gapapa. Kalo ga mau capek ya ga usah jadi koas, kalo ga mau jatah tidurnya berkurang ya ga usah jadi koas, kalo ga mau jadwal liburnya terganggu ya ga usah jadi koas. #edisibijak

Tiap stase selalu punya cerita yang berbeda tentang apa yang dilakukan ketika jaga. Kalo di litmin, kami stand by di bagian kalo ada pasien baru dari IGD sama debridement dan follow up pasien di bangsal. Kalo di bedah, terbagi ada yang jaga OK emergency ada yang jaga IGD, yang dilakuin kalo ada pasien baru adalah vital sign dan tatalaksana emergency, bisa dapet hecting dan bidai, jadi asisten operasi, dll. Kalo di PDL kami nge-anamnesis pemeriksaan fisik pemeriksaan penunjang kayak EKG dan cek BSS, terapi awal, dan  (yang paling 'sesuatu') follow up pasein ada yang per 4 jam, per 2 jam, per 1 jam, bahkan per 15 menit! tergantung tingkat kegawatan dan kestabilan pasiennya. Kalo di mata, kami keliling RSMH buat nerima pasien mata dan (ini yang jadi ciri khas mata) jawab konsul haha, insya Allah ga akan osteoporosis kalo jaga di mata terus, jalannya lebih dari 10000 langkah! Kalo di obgyn kebagi 4 spot, ada OK bisa jadi asisten operasi, kuretase, sama pemasangan IUD, di VK ngebantu persalinan, IGD tatalaksana emergency, dan bangsal obstetri-ginekologi dipisah follow up TVI sama DJJ atau pasien ginekologi yang gawat. Alhamdulillah banyaaaaaaaaaaaaak banget pengalaman yang didapet dari jaga ini, ga jarang juga menemukan kasus yang aneh-aneh, yang gawat banget, yang akhirnya bisa selamat, atau bahkan yang akhirnya meninggal. Pertama kali saya memfollow up pasien sampai meninggal ketika di bedah, beliau pasien laki-laki, 65 tahun, post op colostomy yang keadaan umumnya udah ga bagus, saya follow up dari TD masih 90/60 mmHg dan diberi dobu dopa sambil ngasih penjelasan tentang kondisi vital sign bapaknya setiap habis follow up, terus follow up per 15 menit hingga TD 40 per palpasi kemudian diresusitasi, dan akhirnya beliau meninggal di hadapan saya dan keluarganya di IGD, kemudian istrinya nangis sambil manggil2 nama suaminya tersebut, tapi di akhir tetep bilang "Terima kasih, dok." Hmm.. sejak saat itu udah beberapa kali juga mendapati pasien meninggal ketika jaga, ada juga yang anak-anak. Innalillahi wa innailahi roji'un.

Hal yang menjadikan jaga itu 'sesuatu' mungkin salah satunya adalah karena jaga itu mengganggu jadwal tidur dan akhirnya menimbukan post jaga syndrome. Gimana mau tidur kalo mesti follow up pasien per 15 menit? (dan biasanya pasien yang mesti difollow up itu bukan cuma satu, tapi beberapa, bahkan (tidak jarang) bisa banyak). Atau misalnya lagi nyenyak istirahat di bagian dan jam 1 malem ada pasien gawat di IGD, ga mungkin kan tetep ngelanjutin tidur? Ya, mungkin hal-hal seperti ini yang bikin sebagian besar (hampir semua) koas males jaga. Tiap stase pun punya 'tempat istirahat' koas yang beda-beda, kalo jaga bedah di IGD, kami biasa istirahat di atas kardus di bawah wastafel, biar kalo ada pasien gawat bisa ditatalaksana segera. Trust me, emang itu yang terjadi. Bisa merebahkan tubuh di atas kardus di bawah wastafel itu jadi suatu kenikmatan yang luar biasa ketika kamu emang lagi capek banget. Atau bahkan kamu cuma bisa tidur-tidur ayam di kursi counter nurse karena banyak yang mesti difollow up. Koas mata punya kasur dan ruang ber-AC buat koas, tapi cewek cowok gabung. Kalo di obgyn ada kamar dokter muda perempuan dan kamar dokter muda laki-laki. Ada juga stase yang menyediakan kasur, tapi ga pernah bisa ditiduri (karena kamu emang ga sempet tidur! haha). Macem-macem, seru. Itu makanya ada masa ketika kamu pulang ke kosan, sholat, makan, tidur, dan tetiba udah pagi lagi haha (ini pas di PDL dan bedah).

Jangan pernah heran kalo kamu ngeliat koas selalu ngantuk, karena seringkali tidur post jaganya masih terasa kurang, tapi tetiba udah harus jaga lagi. Hahahaha, ini terutama dirasakan oleh kaos yang lagi di stase mayor. Sekian dulu hari ini. Dadah! :D

Kamis, 05 Desember 2013

Obrolan manusia kepala dua


S: Teh, doa bangun tidur tuh gimana ya?
A: Oh, itu yang "Rabbana hablana min azwajina ...." eh tunggu.... maaf salah, itu mah salah satu doa jodoh wakakaka itu mah Al-Furqon 74 maaf maaf, doa bangun tidur itu yang "Allahuma ahyana ba'dana amatana wailihi nusyuur" hehe
S: Wakakaka ketauan teteh doanya doa itu terus sampe latah hahaha
A: Hehe maaf :p

***

D: Mba, dinta penasaran sosok yg bakal jadi suami mba tuh yg gimana dan siapa haha.
A: Mba juga penasaran, dek. Belum ada bayangan hahaha.

***

R: Nita bisa nebak ga kira-kira jodoh aku kayak gimana?
A: Zzz.... Jangankan nebak jodoh ukhti, nebak jodoh aku pun aku ga bisa haha.

***

Absurd banget ngobrol dengan temen jaga tentang pertanyaan pertama mcq blok 17 tentang frekuensi ...... Hahahaha. Inget ga kalian soal no 1 mcq IT blok 17? Hahahaha heboh banget yang cowo2 pada optimis ngejawab soal nomer satu itu.

Ya, saat ini saya lagi di stase obgyn, ceritanya lagi nunggu bimbingan kk residen semester 5 yang tak kunjung tiba sambil bahas hal sama tanti tentang segala yg berkenaan dgn reproduksi, terus mikir berapa banyak ovum yang tersisa dari menarche hingga sekarang, secara tiap bulan terbuang begitu saja hahaha.

Obgyn enak, segerbong dengan orang2 yang selalu bikin ingat atas kebesaran Allah udah menciptakan sosok2 kayak mereka hehe. Terus insya Allah bakal ke Sekayu di minggu keenam, jadi dokter (pake snelli) selama 3 minggu hahaha. Okelah sekarang emang belum dapet stenon, insya Allah ntar dapet banyak di daerah dan di jaga2 selanjutnyaa. Aamiin.


Omongan udah ngelantur, bimbingan belum mulai juga. Udah ya. Bye! :)

Minggu, 01 Desember 2013

You see what I choose to show. -claraarcpus-
Please, expect less.

friends