Senin, 16 Desember 2013

Being a mom is a big deal, preparation is a must.

Kita pastinya sepakat dong ya dengan quote @SuperbMother ini, tapi sayang masih banyak perempuan yang belum berpikiran kayak gini :( kayak pasien2 yang datang ke P2 obgyn disini, hmmm bakal oke kalo semua perempuan Indonesia sadar urgensi persiapan menjadi ibu, mungkin sebagian dari kita bertanya-tanya gimana ya menyebarkan pemikiran ini? ga harus jadi pakar obstetri sosial kok kalo mau menyebarkan pemikiran ini ke seluruh perempuan di Indonesia  hehe. Kita juga bisa.

Semasa preklinik merasa tergerak untuk jadi ahli di bidang nutrisi ketika konsulen anak nyeritain kondisi gizi anak-anak Indonesia sekarang udah ga karuan lagi, di satu sisi yang kurang gizi masih banyak, di sisi lain angka obesitas pada anak juga semakin meningkat et causa makanan udah ga karuan2 lagi zaman sekarang. Padahal anak2 kan investasi bangsa ini di masa depan.

Kemudian tahun lalu, ketika mabit dengan Ulil Albab dan berbagi tentang 'Ingin Jadi Apa', salah satu ukhti punya cita-cita inspiratif, "Mau jadi Sp.A yang menginspirasi dan kredibel sehingga bisa dengan masif mengedukasi para ibu buat ngedidik anaknya supaya jadi anak sholeh." Subhanallah, beliau udah mikir lebih ke hulu lagi untuk menanggulangi masalah kualitas anak, yaitu dengan mengedukasi para ibu.

Sekarang, ketika saya baru dua minggu di stase obgyn, saya dihadapkan dengan realita Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi, penyebabnya? banyak faktor. Salah satunya ec ANC yang masih kurang berkualitas ec tenaga kesehatan masih banyak 'meremehkan' ANC atau mungkin karena nakes yang emang kurang kompeten. Jadi langkah konkret yang sekarang bisa kita lakuin adalah belajar yang bener dan paham urgensi dan cara melakukan ANC yang berkualitas dengan belajar yang optimal.

Saya baru jaga 4 kali dengan komposisi VK 3 kali dan IGD 1 kali, dan lumayan agak syok juga ketika dominasi pasien yang datang adalah perempuan usia 15-20 tahun, G1P0A0 dengan PEB atau KPSW, JTH atau bahkan JTM, preskep atau (ga jarang) presbo, dan biasanya didampingi ibunya (karena suaminya juga masih 'sama-sama remaja' dan belum 'cukup dewasa' untuk memberi support istrinya yang mau melahirkan). Ketika ditanya pendidikannya apa, rerata sekolah cuma sampai SMP, terus ketika ditanya kenapa menikah di usia muda (risiko tinggi komplikasi pada perempuan yang hamil usia dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun), ibunya bilang "Daripado becewe'an dak jelas, mending dikawinke bae." Niatnya baik, tapi aplikasinya tidak tepat dan ga memikirkan efek jangka panjang. Jelas, edukasi masyarakat mengenai pendidikan reproduksi masih kurang, terutama masyarakat di dusun.

Jadi kalo mau ditarik lebih ke hulu lagi:
Peningkatan kualitas perempuan usia reproduktif sebelum menikah (karena kalo siap nikah, harus siap jadi ibu) --> peningkatan kualitas ibu --> peningkatan kualitas anak Indonesia.

Sebenernya hal-hal begini bisa diperbaiki dengan (lagi-lagi) optimalisasi peran dokter keluarga atau bahkan bisa dimulai sejak masih jadi dokter internship melalui upaya promkes di daerah. Daerah perifer butuh orang2 hebat yang minimal bisa bikin pondasi awal untuk memajukan suatu daerah, 3 bulan ketika internship bagian puskesmas mungkin cukup asal niatnya ada, nanti 3 bulan berikutnya pondasi dilanjutkan lagi, dibangun dan dikembangkan lagi oleh dokter hebat lainnya yang sevisi. Berarti kuncinya ada dua: Dokter berkualitas dan visi memperbaiki kualitas kesehatan daerah perifer.

Jadi ternyata bisa lebih ke hulu lagi:
Peningkatan kualitas pendidikan dokter (plus kebijakan pemerataan dokter yang baik) --> dokter berkualitas yang bervisi meningkatkan kualitas daerah perifer --> promkes efektif tentang kesehatan reproduksi --> peningkatan kualitas perempuan usia reproduktif sebelum menikah (karena kalo siap nikah, harus siap jadi ibu) --> peningkatan kualitas ibu --> peningkatan kualitas anak Indonesia.

Niat baik bisa dilaksanakan dari berbagai cara, banyak.
Terserah kita mau kontribusi di poin yang mana. Bisa di pangkal alur, misalnya konseptor di HPEQ dikti atau akademisi di fakultas, atau jadi ujung tombak dengan jadi dokter secara fungsional. Semuanya baik, jika niat dan caranya baik. Yuk semangat belajarnya! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

friends