Rabu, 09 September 2015

Uji Ingatan*

Assalamu'alaikum, semuanyaaaah
Khanmaiiiiiiiin, udah lama banget ngga meng-apa-apa-kan blog ini, kayak ngga berpenghuni, berbeda kondisi dengan hati saya yang sudah ada penghuninya #eaaak #naonsih, yaaa ini pun agak maksain nulis, makanya prolognya aneh begini, sampai kata terakhir ini masih cari ide mau nulis apa.

Terlalu banyak hal yang udah terjadi, terutama sejak mulai berdomisili di Bandung. Sesungguhnya ingin diceritakan, tapi entah kenapa susah dijewantahkan dalam tulisan euy, terlalu melibatkan amygdala. Daaaan,... sampai kata ini masih belum ada ide juga mau nulis apa. 

Hmm.. Oh! Kemarin ada kejadian notes kecil saya ketumpahan air, nah, demi menjaga kebermanfaatannya, saya mau coba nulis ulang sesuatu yang pernah saya tulis disitu aja, catatan ketika menghadiri suatu majelis, tapi semuanya berdasarkan ingatan aja gapapa ya, soalnya beneran udah ngga kebaca lagi tulisannya hehe. Maafkan kalau agak flight of ideas. 

Jadi suatu pagi, dapet info (lupa dari siapa, semoga Allah bales kebaikannya) kalau ada kajian di Masjid Al-Aqobah, Pusri. Judulnya "Membangun Keluarga Bahagia, Belajar dari Sirah Nabawiyah", menarik, kan? haha. Alhamdulillah sedang tidak jaga, yaudah saya langsung ke TKP aja kecepatan 80km/jam #yakali konstan. Nah, daripada PHP, saya langsung kasih tau aja sekarang yaa, ternyata oh ternyataa dalam pelaksanaannya, kajian ini ngga ada menyinggung2 tentang sirah hahahaha, tapi tetap menarik dan bermanfaat kok, soalnya sang pemateri adalah konsultan pernikahan, jadi beliau lebih banyak cerita tentang realita dan petunjuk yang aplikatif. Ini ngga akan berbentuk narasi ya, soalnya lupa lupa inget euy.

Bismillah.

Niat menikah paling utama, karena semua amal tergantung niatnya, beberapa diantaranya adalah mengharap ridha Allah, melaksanakan sunnah Rasul, menghindari maksiat. Niat mesti diluruskan tiap saat, baik pranikah, saat menikah, maupun ketika sudah menjalani pernikahan.

Pranikah
Tentang memilih pasangan
Nah, mesti sesuai sunnah rasul dan ikhlas. Maksudnya sesuai sunnah rasul adalah cari pasangan yang sholeh/ah itu harus, kriteria lainnya sesuai selera. Kita mau pilih yang cantik/ganteng, baik, rajin menabung, jago nari salsa, kolektor perangko, atau apapun.... silakaaan, manggaaaa, ngga ada yang larang, yang penting sholeh/sholehah-nya terpenuhi. Ikhlas disini maksudnya mengharapkan pada Allah pasangan yang sesuai yang kita inginkan, bukan berharap pada yang lain.

Kriteria kesiapan menikah
1. Baligh (jelas ya, siap secara fisiologis, organ-organ reproduksi udah fungsional)
2. Pantas
Case 1: Ada pria usia 27 tahun, mapan, tapi bangun masih mesti dibangunin, hobi foya-foya, masih ngga bertanggung jawab sama benda-bendanya sendiri. Udah pantas menikah, belum?
Case 2: Ada pria usia 20 tahun, masih kuliah, kerja serabutan, rajin menabung meskipun dikit, bertanggung jawab, semangat kerja. Udah pantas menikah, belum?
Yak... intinya, masalah kepantasan ini keywordnya adalah akhlak. Solusinya senantiasa memantaskan diri, jadi pribadi yang lebih baik.
3. Paham hukum pernikahan atau fiqih munakahat

Menikah
Menjadi suami/istri
1. Respect terhadap perbedaan
Perempuan dan laki-laki beda secara anatomis, fisiologis, dan psikologis. Masing-masing mesti saling paham dan ngga memaksakan kehendak atau pola pikir.
2. Interdependent
Suami istri mesti saling bergantung (sebaiknya ngga ada yang dominan dan resesif), open minded, musyawarah.
2. Paham hak dan kewajiban suami/istri
Kewajiban suami: Menafkahi, membimbing istri jadi lebih baik (kalau istrinya makin sholehah artinya seiring berjalannya waktu suami juga mesti makin sholeh), menggauli istri secara ma'ruf (ngga gampang marah).
Kewajiban istri: Ta'at  (singkat, padat, jelas, dan jleb!) dan membahagiakan suami (frase yang luas dan dalam haha, mesti kreatif dan inovatif!) bukan malah membahagiakan orang lain, contoh: dandan ketika keluar rumah, bukannya pas di rumah.
3. Menyediakan agenda khusus berdua, tujuannya memelihara dan menjaga keharmonisan
Banyak pasangan suami istri yang pergi berdua hanya karena setting kegiatan sosial. Misal, ke undangan bareng, atau hadir kantor ngadain agenda gathering keluarga sekantor. Mestinya tetep mengagendakan khusus berduaan di luar setting sosial. Ya emang sengaja pergi berdua berbahagia bersama, bukan karena diundang berdua.

Menjadi orangtua
1. Menantikan kehadiran anak dengan bahagia
Kata sang pemateri, biasanya anak pertama begini, tapi pas anak kedua dan seterusnya suka hilang sense kebahagiaan menantikan kehadiran anaknya. Hmm.. semoga ngga yaa.
2. Memberikan nama yang baik
3. ---- lupa banget ----
4. Berlaku adil
5. Berdo'a yang baik setiap waktu
6. Mendidik dengan pendidikan yang benar.
Maksudnya memberi teladan, membiasakan hal baik, menanamkan nilai-nilai islami.
7. ---- lupa banget----
8. Sex education
Goal-nya adalah anak-anak paham bahwa....
Laki-laki yang baik itu laki-laki yang mampu jadi suami dan ayah yang baik
Perempuan yang baik itu perempuan yang mampu jadi istri dan ibu yang baik

Sesi tanya jawab:
Akhwat X: Ustadz, definisi mapan tuh apa ya? Soalnya saya liat kondisi sekarang akhwat banyak yang mau nikah terhambat dengan paradigma ikhwan yang merasa belum mapan? *tepuk tangan buat mbak ini yang mau curcol di forum besar*
Ustadz: Mapan ngga ada batasan tertentu berupa kekayaan atau pekerjaan, mapan adalah komitmen untuk bertanggung jawab sebagai suami dan ayah.

Demikian. Wallahu'alam. 
Hahahahaha. Maaf ada yang lupa-lupa.
Semoga bermanfaat. Aaaamiiin.

* judul ditentukan setelah selesai nulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

friends