Selasa, 12 Agustus 2014

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh, 
Alhamdulillah :)

Sedang menjalani minggu kedua di stase jiwa yang menyenangkan :)
Kalo di anestesi interaksi dengan pasien kurang, ketemu pasien ketika di kamar operasi aja, bius, pasien tidur, operasi, reverse, pasien sadar, perawat yang bawa ke bangsal. Jadi interaksi interpersonal dengan pasien minimal. Beda banget dengan di sini, di stase jiwa, lebih dari 60% diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, alloanamnesis dan autoanamnesis, serta observasi. Kita bisa tahu apa yang keluarga pasien rasakan, seluk beluk kehidupan pasien, alam perasaannya, alam pikirannya, alam perbuatannya, masa lalunya, kehidupan hariannya, stressornya, kepribadiannya, hanya dengan ngobrol. Menjadi tantangan tersendiri untuk membangun dan membina rapport yang baik, gimana ngebuat mereka nyaman dengan kita, ngebuat mereka percaya sama kita.

Di poli minggu lalu saya dapet pasien yang mengaku Muhammad, Ali, Abu Bakar, dan Utsman sekaligus. Beliau bilang Rasul dan sahabat adalah satu orang yang sama. Tantangannya adalah waham sebaiknya tidak dibantah, tapi tidak juga dibiarkan, kita mesti mengarahkan supaya pasien sadar bahwa waham tersebut salah, dengan menggiringnya dengan pertanyaan yang tepat, tentu dibantu dengan psikofarmaka yang tepat. Satu hal yang penting ketika berinteraksi dengan pasien gangguan jiwa adalah pintu ruang periksa harus terbuka, kita mesti siap lari sewaktu-waktu, sebaiknya posisi duduk kita jangan dalam jangkauan tangannya, waspada kalo mereka tetiba agitasi dan muncul impuls untuk memukul. Ada kemarin kedapatan satu yang tetiba impulsif mukul meja sambil minta ambilin keris dan minta diambil darahnya untuk diteteskan ke keris itu, sumpah kaget bangetlah, tapi tetep berusaha keep calm.

Intinya disini banyak melatih empati, mungkin sekilas banyak diantara mereka yang tindakannya lucu-lucu, bikin orang ketawa, tapi sebenernya kasian, insight mereka terganggu, mereka nggak sadar kalo hal itu salah. Deep inside, ada masalah yang nggak terselesaikan di jiwanya.

Tadi pagi ikutan kegiatan di bangsal Camar, tempat rehabilitasi NAPZA, program yang diterapkan adalah terapeutic community, jadi lingkungan dikondisikan untuk menjadikan para mantan pengguna NAPZA ini berhenti dari kecanduan NAPZA dan membentuk kepribadian yang bertanggung jawab. Tiap pagi ada morning meeting, semacam refleksi apa yang dirasakan, apa yang didapatkan kemarin, apa harapan hari ini. Ada juga follow up internal, misalnya hari ini mau ngapain dan apa tujuannya, ada juga follow up interpersonal, saling mengingatkan kalo salah satu diantara mereka ada yang ngelakuin kesalahan. ada juga (lupa istilahnya) semacam pengakuan dosa gitu, misal "My family, maaf tadi malem saya lupa matiin lampu luar." Morning meeting ini dipimpin sama konselor dari BNN yang juga mantan pengguna NAPZA. Kata sapaannya mesti family, jangan "teman-teman", kata Pak Ali (konselor dari BNN) td, kan dulu yang ngajak menggunakan narkoba selalu mengatasnamakan "teman", padahal bukan, tapi kalo keluarga itu selalu ngajak kita ke kebaikan, nggak mungkin menjerumuskan kita ke hal-hal yang negatif. Kebanyakan para pengguna adalah orang yang tidak memiliki defense mechanism yang matur, juga lingkungan yang kurang baik.

Alhamdulillah, bersyukur banget masih Allah kuatkan dalam menghadapi tantangan yang ada, juga dukungan dari orang-orang terdekat hehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

friends